Kamis, 11 Desember 2014

penduduk dan tingkat kemiskinan

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2013
Kemiskinan 1


1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2012 - Maret 2013 – September 2013

Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan September 2013 sebesar 375,70 ribu orang (3,72 persen). Dibandingkan dengan Maret 2013 (354,19 ribu orang atau 3,55 persen), jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 21,51 ribu atau meningkat 0,17 poin. Sedangkan dibandingkan dengan September 2012 dengan jumlah penduduk miskin sebesar 366,77 ribu orang (3,70 persen), jumlah penduduk miskin meningkat 8,93 ribu atau meningkat 0,02 poin.
kemiskinan 2
 
kemiskinan 3



2. Perubahan Garis Kemiskinan September 2012– Maret 2013–September 2013

Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh besarnya Garis Kemiskinan (GK), karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama September 2012 – Maret 2013 – September 2013, Garis Kemiskinan naik sebesar 6,60 persen dari Maret s/d September 2013 (dari Rp 407.437 per kapita per bulan menjadi Rp 434.322 per kapita per bulan) dan naik sebesar 10,64 persen dari September 2012 s/d September 2013 (dari Rp 392.571 per kapita per bulan menjadi Rp 434.322 per kapita per bulan). Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Namun demikian, selama periode Maret - September 2013, sumbangan GKM terhadap GK mengalami sedikit perubahan yaitu mengalami penurunan sebesar 1,71 poin.
kemiskinan 4


Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan September 2013, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan Makanan sebesar 25,84 persen. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah rokok kretek filter (18,84 persen), telur ayam ras (6,25 persen), daging ayam ras (4,41 persen), Mie Instan (4,34 persen), ikan kembung (2,99 persen), gula pasir (2,94 persen), tempe (2,83 persen), dan tahu (2,58 persen), serta kopi  (2,47 persen).
kemiskinan 5
 
Untuk komoditi bukan makanan, komoditi barang/jasa yang mempunyai peranan terbesar adalah perumahan (32,61 persen), angkutan (10,07 persen), listrik (9,65 persen), bensin (7,05 persen), dan pendidikan (6,90 persen), pakaian jadi anak-anak (4,64 persen), pakaian jadi laki-laki dewasa (4,50 persen), pakaian jadi perempuan dewasa (3,99 persen), dan perlengkapan mandi (2,89 persen), serta air (2,79 persen).
 
kemiskinan 6


3. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase penduduk miskin, dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
kemiskinan 7


Pada periode September 2012 – Maret 2013 – September 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun sebesar 0,24 poin dari 0,629 pada Maret 2013 menjadi 0,388 pada keadaaan September 2013 dan turun sebesar 0,17 poin dari 0,557 pada September 2012 menjadi 0,388 pada September 2013. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun 0,10 poin dari 0,169 menjadi 0,073 (Maret -September 2013) dan turun sebesar 0,08 poin dari 0,151 menjadi 0,073 (September 2012-September 2013). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung meningkat dan mendekati garis kemiskinan, serta ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menurun.
kemiskinan 8


4. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

    a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung persentase penduduk  miskin terhadap total penduduk.

    b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan, kecuali untuk DKI Jakarta yang seluruh wilayahnya merupakan daerah perkotaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

    c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkal per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain).

    d. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar Non-Makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

    e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2013 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2013. Jumlah sampel Susenas di DKI Jakarta sebanyak 1.300 rumah tangga sehingga data kemiskinan dapat disajikan hingga tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.



Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta No. 04/01/31/Th. XVI/ 2 Januari 201

Tidak ada komentar:

Posting Komentar